Senin, 01 September 2014
Sol Merah Louboutin Kopitiam dan Merek
oleh Ari Juliano Gema
Saat ini setidaknya ada dua kabar menarik seputar merek. Kabar pertama datang dari Pengadilan Federal Manhattan, yaitu penolakan hakim federal atas permintaan pemilik merek sepatu Louboutin untuk menghentikan penjualan sepatu merek YSL yang bersol merah. Kabar kedua datang dari tanah air berupa putusan Mahkamah Agung yang pada pokoknya menegaskan eksklusifitas merek “Kopitiam” untuk jasa restoran, café, kantin, coffee shop dan food court yang dipegang oleh Abdul Alek Soelystio.
Dua kabar tersebut menarik karena menyangkut eksklusifitas merek. Louboutin kehilangan eksklusifitasnya atas sepatu wanita bersol merah, sedang pemilik merek “Kopitiam” dikukuhkan eksklusifitasnya dalam penggunaan merek tersebut.
Sepatu Bersol Merah
Louboutin telah lama dikenal sebagai brand sepatu wanita berhak tinggi yang mahal dengan ciri khas sol merahnya. Pada tahun 2008, Christian Louboutin mendapatkan hak atas merek untuk alas kaki bersol merah dari U.S. Patent and Trademark Office. Kemudian, awal tahun 2011, Christian Louboutin mengajukan gugatan terhadap PPR SA, sebagai pemilik merek YSL, atas penjualan sepatu wanita merek YSL yang juga bersol merah.
Dalam gugatannya, Louboutin meminta agar pengadilan menerbitkan putusan sela terhadap PPR SA untuk menghentikan penjualan sepatu bersol merah merek YSL. Namun, hakim menolak permintaan tersebut dengan alasan bahwa dalam industri fashion warna memiliki fungsi sebagai penghias dan memberikan nilai estetika. Oleh karena itu, Louboutin dianggap tidak mungkin dapat membuktikan bahwa sol merah tersebut layak untuk mendapat perlindungan merek.
Meski belum ada putusan akhir, namun setidaknya saat ini di pasaran sepatu hak tinggi bersol merah tidak lagi eksklusif merujuk pada sepatu buatan Louboutin. Sepatu merek YSL yang bersol merah maupun merek lainnya masih dapat beredar bebas.
Merek Kopitiam
Abdul Alek Soelystio telah mendapatkan hak atas merek “Kopitiam” dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) sejak tahun 1996. Sejak tahun 1996 tersebut, tidak ada pemegang merek lain yang mendaftar dengan menggunakan kata “Kopitiam”. Paimin Halim yang telah mengelola kedai kopi keluarga Kok Tong yang berdiri sejak tahun 1925 memperoleh sertifikat merek untuk merek “Kok Tong Kopitiam” dari Dirjen HKI pada tahun 2009.
Pada tahun 2010, Abdul Alek Soelystio mengajukan gugatan di Pengadilan Niaga Medan untuk membatalkan pendaftaran merek “Kok Tong Kopitiam” tersebut dengan alasan adanya persamaan pada pokoknya dengan merek “Kopitiam”. Pengadilan Niaga Medan kemudian memutuskan bahwa merek “Kok Tong Kopitiam” memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek “Kopitiam” dan memerintahkan agar Dirjen HKI membatalkan pendaftaran merek “Kok Tong Kopitiam”.
Meski pemilik merek “Kok Tong Kopitiam” telah berupaya mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga tersebut, namun Mahkamah Agung kemudian menerbitkan putusan yang menolak permohonan kasasi tersebut. Dengan demikian, putusan Pengadilan Niaga tersebut telah berkekuatan hukum tetap, sehingga merek yang menggunakan kata “Kopitiam” untuk jasa restoran, café, kantin, coffee shop dan food court menjadi eksklusif milik Abdul Alek Soelystio.
Milik Umum
Pada dasarnya dua kasus di atas memperlihatkan kaitan yang erat, yaitu adanya penggunaan merek yang dianggap telah menjadi milik umum. Warna merah seharusnya bisa dipakai oleh siapa saja, sehingga hakim menolak permintaan Louboutin untuk melarang PPR SA menjual sepatu merek YSL yang bersol merah.
Kopitiam pada dasarnya merupakan gabungan kata “kopi” dan “tiam” yang berarti kedai dalam bahasa Hokkien. Sehingga istilah kopitiam telah umum dipakai untuk merujuk pada suatu kedai kopi di Malaysia dan Singapura, juga di beberapa kota di Indonesia, terutama Batam dan Medan. Namun, tampaknya Dirjen HKI tidak memahami hal ini ketika menerima pendaftaran merek “Kopitiam” pada tahun 1996, begitu juga hakim di Pengadilan Niaga yang memeriksa gugatan dari pemilik merek “Kopitiam” pada tahun 2010.
Padahal menurut Pasal 5 UU Merek, merek tidak dapat didaftar apabila merek mengandung beberapa unsur, yaitu antara lain telah menjadi milik umum dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Dengan demikian, seharusnya istilah “kopitiam” yang merujuk pada usaha kedai kopi atau coffee shop tidak dapat digunakan secara eksklusif sebagai merek oleh pihak manapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar